Hidden Gem Kuliner Karanganyar: Ayam Tim & Kafe Antah Berantah

Setelah asyik melihat-lihat fosil manusia purba dan Sangiran, perjalanan dilanjutkan ke Tawangmangu dengan tujuan utama Rumah Atsiri. Berhubung kami ingin menikmati segala tentang minyak esensial sejak pagi, maka kami memutuskan untuk bermalam di Tawangmangu dan baru lanjut ke Atsiri esok paginya.

Sebetulnya sih pengin nginep di glamping Rumah Atsiri, TETAPI MAHAL SEKALI COOOOY. Bisa lah kalau mau ke sini buat bulan madu, tapi mengingat perjalanan gw masih panjang dan isi dompetnya terbatas, kita cari penginapan yang harganya lebih masuk akal saja.

Penginapan yang gw tempati tempatnya di Karanganyar, Jawa Tengah, cuma berjarak dua kilometer dari Rumah Atsiri. Setelah melewati jalan menanjak dan berputar-putar seperti ke Puncak, eksterior Jawa Dwipa yang Jawa banget terlihat dari kejauhan. Penginapannya bagus dan vibe-nya tradisional, tipe-tipe penginapan gaul pas zaman gw masih SD gitu lah.

Ternyata tempat masuknya si hotel berbeda sama restoran, sempat bingung gitu, jalan kaki jauh, padahal kita bisa sekalian masukin mobil ke parkiran, hahaha.

Kami dapat kamar di lantai dua, naik tangga, ngos-ngosan gitu doang dah. Kamarnya lumayan luas, dengan pemandangan ke bengkel di jalan sebelah, kamar mandinya besar dan ada wastafel, bisa lah buat nyuci baju kalau bawaannya dikit.

BTW sinyal rada susah ya di sana, tapi berkat WIFI semua jadi lebih aman damai sejahtera.

Hal pertama yang penting adalah mengisi perut. Gw melihat-lihat warung dan restoran di sekitar via Google Map. Di pinggir jalan ada plang Ayam Tim Mbok Iyem, jadi gw nyari-nyari deh itu tempat. Rupanya bisa ditempuh hanya dengan berjalan kaki! Bonusnya, ulasan di Google bagus-bagus!

Benar-benar jadi makan siang yang sangat dinantikan.

AYAM TIM MBOK IYEM

Nah, si Ayam Tim Mbok Iyem ini memang terletak di sebauh gang, diantara rumah-rumah penduduk, dari luar terlihat seperti rumah pada umumnya, tapi diisi sama bangku dan meja. Pantesan aja jargonnya adalah “Kelezatan Yang Tersembunyi”. Kapasitasnya lumayan besar, kami memilih masuk di tempat lesehan. Saat datang, ada satu keluarga lagi makan di sebuah meja, rada nyaru entah itu keluarganya Mbok Iyem apa pengunjung (ternyata pengunjung). Kayaknya sih kalau ada rombongan wisatawan, warung ini jadi tujuan, soalnya luas banget.

Rekan saya, Halidi, termasuk anak fakir wifi, jadi dia bertanya apakah ada wifi gratis. TERNYATA ADA DONG. Luar biasa ini warung fasilitasnya seperti kafe!

Gw pesan paket nasi isi ayam porsi satu orang, tahu dan tempe bacem, lalapan, sambal bawang dan sambal ijo. Karena ayam kampung, tentu ukurannya cilik ya, tapi enak, lezat, gurih dan empuk karena ayamnya dimasak dengan cara tim. Sambal bawangnya juara!!! Rasa pedas memang jadi kunci kebahagiaan gw. Makanya dulu pas ke Solo, gw bingung karena makanannya jarang yang pedas. Kali ini, makan jadi sangat lahap berkat sambal.

Lalapannya ada dua macam, ada yang mirip urap, ada juga yang lebih fresh dengan kecambah gitu. Gw kurang suka sih bau kecambah yang rada tengik (khasnya begitu ya). Tempe bacemnya beda. Jadi butiran-butiran kacang kedelainya nyaris tidak ada tekstur kriuk, lembut aja gitu kayak kue. Ini yang paling enggak terlalu gw suka sih (tapi habis karena lapar). Nasinya disajikan dalam bakul kecil, jadi bisa nambah sesuka hati. Proses makan berlangsung dalam diam karena laper banget.

Nah, minumannya juga mantap nih. Gw pesan jahe, kencur dan jeruk yang digabungkan dalam teh panas. ENAK ENAK ENAK ENAK! Kenapa sih di Jakarta jarang ada menu beginian? Pokoknya LOVE banget.

Makan sendiri kurang lebih Rp50.000 per porsi, menurut gw udah oke banget sih karena kita makannya ayam kampung.

Gw sih sangat puas dengan makan siang mewah ayam tim, dan harus mengakui jargon mereka “kelezatan yang tersembunyi” memang akurat.

Setelah kenyang makan, gw mengajukan gagasan untuk menghilangkan migrain akibat kurang tidur dan lelah menyetir (ceile lo nyetir matic doang capek bener) dengan…. creambath. Di tengah jalan dari hotel menuju ayam tim, mata gw melihat plang Henny Salon dengan tulisan “tersedia ruang khusus wanita”. Kebetulan juga, gw memang belum sempat keramas. Lepek gitu deh. Kayaknya enak kan keramas sambil dipijitin.

Halidi mengiyakan, kami berjalan menuju salon sambil berdoa salonnya belum tutup. Saat itu jam menunjukkan pukul 17.30 WIB. Begitu melihat kami berdua masuk, dua staf salon yang terlihat sudah mulai beberes menghentikan pekerjaan. Untung masih bisa creambath, tapi enggak pakai steam karena sudah menuju jam tutup. Okelah, mbak! Aku cuma ingin dipijit!

Puas banget sih creambath dengan biaya Rp40.000, udah pakai pijat dan creambath wangi stroberi yang bertahan sampai gw tiba di Karimunjawa. Mbak salon yang sepertinya kakak beradik penasaran kenapa kami berdua mampir ke situ, terus salah satunya nanya sampai empat kali, “mbak beneran berdua aja ke sini?”. Hihihi.

Setelah rambut wangi stroberi dan badan mulai enakan, gw kembali melihat-lihat apa yang tersembunyi di Google Map. Pengin wedang, pokoknya. Eh, dekat situ ada lagi nih kafe namanya Omah Ngelo. Jaraknya cuma 11 menit jalan kaki.

Lanjut? Gas!

OMAH NGELO

Jalanan sudah mulai sepi dan gelap, padahal baru sekitar pukul 18.45 WIB. Meski jalan besar, tapi enggak ada lampu. Waw! Jadi kami jalan mengandalkan senter di handphone dan lampu sorot dari motor dan mobil yang sesekali lewat. Si Omah Ngelo ini beneran terletak di antara pemukiman. Nyelip kayak serpihan daging sapi di gigi. Yang membuatnya mencolok cuma lampu-lampu dari kejauhan dan plang kecil di pinggir jalan.

Suasana di sekitar benar-benar hening, cuma ada suara tonggeret, azan Isya, dan lantunan musik Jawa dari kafe. Cuma ada satu keluarga yang lagi menikmati makanan di area lesehan, pemilik kafe sama sekali enggak kelihatan batang hidungnya. Setelah celingak-celinguk dan memanggil penjual, kami memesan beberapa menu yang KIRAIN PORSINYA KECIL karena harganya cuma Rp3.000.

Menu yang dipesan:

  • Ubi ungu (timus) topping keju
  • Ketan serundeng
  • Ketan bubuk (kacang)
  • Pisang goreng
  • Wedang ronde
  • Teh teko gula pasir

Total harganya Rp30.000 (!!!!) dan ketannya banyak, bisa jadi camilan mengenyangkan, kirain mah kayak sushi nigiri yang sekali makan hap habis.

Kafenya lucu banget deh, beneran suasana Jawa yang kalau kosong rada ceyem sih, untungnya ada pengunjung lain, hahaha. Berhubung kami sudah makan siang/sore, akhirnya sebagian besar makanan tidak habis (kecuali pisang). Maafkan ya jadi mubazir, tapi betulan perut penuh banget. Wedang ronde yang kunantikan lumayan oke, tapi ya enggak istimewa sih. Masih banyak yang lebih enak, tapi lumayan untuk mengusir angin di perut.

Akhirnya kami pulang berjalan kaki untuk membakar kalori yang terkumpul dari makan malam barbarita ini! Di dekat kafe, mampir dulu ke warung untuk beli sabun cuci dan pengharum pakaian…. backpacker banget enggak tuh? Sebetulnya gw cuma butuh nyuci satu baju aja sih, sementara Halidi bawaan sangat ringkas jadi dia benar-benar harus cuci semua. Bayangin ye, tasnya dia untuk liburan 6 hari lebih enteng dari bawaan gw kerja yang biasa! Bajunya serba tipis dan ukurannya lebih mini (karena kurus hahaha).

Ya udah deh, sebelum tidur kita cuci baju di wastafel, jemur di kamar, dan berharap keesokan hari sudah kering, kalau enggak kering bakal dijemur di dalam mobil seharian.

Apakah kami bisa tidur nyenyak? Tentu tidak. Mengapa? Suara knalpot motor di Karanganyar gila banget. Berasa lagi di sirkuit Mandalika padahal itu motor lewatnya di jalan utama menuju Tawangmangu, jauh dari penginapan kami (soalnya kamar kami enggak di pinggir jalan persis). Suaranya menembus keheningan malam dan terus berlangsung sampai dini hari.

Kalian yang mudah terbangun kalau dengar suara berisik nampaknya akan tersiksa, tapi gw begitu sudah molor sih bisa pulas banget, jadi ya tidur aman damai sentosa walau selepas tengah malam karena sibuk nonton Game Caterer di YouTube mumpung ada wifi, hihihi.

Tinggalkan komentar