Himono Onna Naik Haji – Shinkansen (6)

20141008_124142

Tidak seperti commuter line di Jakarta yang jadwal keberangkatannya sangat fleksibel tergantung apakah ada gangguan sinyal, rel anjlok atau kecelakaan, bullet train alias shinkansen di Jepang jadwalnya tentu tepat waktu. Oleh karena itu, rombongan pun tergopoh-gopoh dari Museum Surat Kabar ke stasiun Tokyo demi mengejar kereta ke Akita

Dari Yokohama kami berpindah ke stasiun Tokyo yang pemandangannya didominasi oleh gedung pencakar langit. Ah, megapolitan.

Btw di tengah jalan gw mendengar suara orasi pake toa. Rupanya ada yang demo, tapi damai gitu deh. Damai banget malah. Gw ga sempet liat kerumunan demonstrannya, tapi yang pasti ga seru buat diliput kalo yang kaya begitu mah. LOL. *biasa terpapar demo penuh konflik*

Letak stasiun Tokyo ada di distrik perkantoran, jadi jalannya memang dipenuhi para pekerja dengan jas, blazer, dsb hilir mudik dengan kecepatan jalan kaki yang setara sama gw kalo lagi ngejar kereta. No wonder sih dengan segala sesuatu yang tepat waktu, lo jadi ikutan gerak cepat. Coba deh ambil contohnya gw dari rumah mau naik angkot 01, udah jalan cepet ngos-ngosan ternyata angkot yang dinanti masih belum nongol karena asyik ngetem di tempat lain. Kapan angkotnya tiba di tempat yang gw tunggu? Hanya Tuhan dan supir yang tahu karena memang tidak ada jadwalnya.

Rombongan 95 orang ini dibagi menjadi empat kelompok, masing-masing dipimpin oleh kepala rombongan yang melambai-lambaikan bendera berwarna tertentu biar orang yang di belakang bisa ngeliat dan gak ketinggalan. Oh, begini ye rasanya ikutan tur travel, maklum biasanya backpack. Karena sudah diurusin, 95 orang ini gak ngelewatin prosedur tempel-tiket-otomatis di mesin pemeriksa karcis, ada pintu khusus yang dibuka jadi kami langsung melaju. Stasiun Tokyo penuuuuuh sesak sama orang dan bisa bikin orang yang buta arah kebingungan karena stasiun ini menghubungkan rute yang bermacam-macam. Tetapi di dalamnya juga banyak toko-toko seru yang menggoda banget untuk dikunjungi.

Kami tiba di peron yang penuh sesak beberapa menit sebelum kereta datang. Fakir wifi bahagia ketika menemukan ada free wifi (harus daftar dulu pake email tapi no problem lah), setidaknya bisa check in sebentar… #plak.

Tiap grup terpisah-pisah gerbongnya, tapi grup A masih punya lima tempat tersisa dan gw segera mengajukan diri untuk ikut ke gerbang depan. Begitu masuk, dapat tempat duduk paling belakang pojok kanan dan mengklaim bangku sebelah jendela.

image_18

Seperti apakah isi shinkansen? Sungguh seperti kereta biasa dengan tempat duduk warna kuning empuk dan nyaman. Bagian kakinya sih luas karena kaki gw memang pendek, jadi gw sih naro tas di depan. Di atas bangku ada tempat luas buat naro barang bawaan, tapi daripada ribet ya sudah lah. Gw gatau yah yang bawa koper segede gaban pada naro dimana, nyeh nyeh. Di bagian dinding tentunya ada colokan (yeaaah), dan ada berbagai fungsi menarik di berbagai tempat kalo kita jeli. Misalnya, ada tempat untuk ngegantungin tas/jaket di depan kita (bagian belakang kursi depan) atau di dinding. Kursinya juga bisa diputar, jadi kita bisa berhadap-hadapan sama orang yang di depan.

OIYA DI KERETA INI GW BERHASIL MENGHIDUPKAN LAGI IPHONE YANG MATI SURI. ALHAMDULILLAH. *harus capslock karena parameter girang maksimal*

Iye, hape kan sempet eror tuh, jadi satu-satunya cara adalah nungguin batrenya abis. Di kereta gw deg-degan banget nyolokin charger… Taraaaaaa… Iphone kembali berfungsi seperti sedia kala. Oh!!! Langsung deh gw dandanin si kesayangan pake baju Mikimos.

Kalau laper atau pengen beli-beli suvenir, ada penjaja ekiben (ekibento, bekal di kereta), pernak-pernik macam handuk hello kitty yang secara berkala lewat menawarkan dagangan. Ini bukan kaya pedagang asongan di kereta yang teriak-teriak “cang karacang karacang kacang kacang kacangnya bu dua ribu rupiah saja bu”, tapi memang petugas dari shinkansen. Selama empat jam perjalanan dari Tokyo ke Akita (yang konon menurut Wikipedia kecepatan keretanya 130km/jam), gw hanya bisa senyum-senyum sama si penjaja, menahan diri untuk tidak jajan.

Secepat apa sih keretanya? Tidak seperti bayangan gw, kirain bakal wuuush wuuush wuuush… Kok biasa aja ya di dalam? Tapi lama-lama pemandangan di luar jendela terlihat kaya di fast-forward. Dari gedung, sawah, gunung, perumahan, hutan-hutan, pokoknya hijau-hijau tanda pedesaan. Yang mau lihat videonya sila klik sini.

Salah satu yang sangaaaat gw suka adalah ekiben yang diberikan untuk para peserta. Maklum ya, lapar berat, waktunya makan siang!

20141008_132511 ekiben

Nasinya ada tiga macam, nasi cokelat, nasi plus prem (plum atau ume) -bentuknya bulat merah dan rasanya kecut asam. Sering kita lihat di komik/anime/drama ditaro di tengah kotak nasi membentuk simbol bendera Jepang, dan nasi campur serpihan rumput laut. Lauknya ada ikan, tempura, gorengan, kacang, dan labu rebus (kabocha). Ada dua kecap, manis dan asin, yang manis buat ikan, yang asin buat tempura. So far, ini bento paling enak karena lengkap dan rasanya beragam.

Bento ditandaskan, meja lipat berganti menjadi meja curhat, eh salah, meja tulis. Ceritanya gw mau menghabiskan waktu dengan nulis-nulis pengalaman di notes. Rekan-rekan sejawat sepertinya menyangka gw super rajin menulis hasil observasi atau kuliah yang disampaikan para pemateri, mereka ga tau aja isinya itu semacam.. “Alhamdulillah dapat proper bento, nasi ada tiga macem, nasi cokelat, nasi + umeboshi + nasi campur..”. Sementara itu, Key di sebelah asik bikin sketsa muka temennya terus nonton video di laptop. Btw waktu gw suruh dia tebak gw angkatan berapa (dia anak 2012), dia menebak gw angkatan 2010.

*joget-joget*

image_15

Okeh lanjut, yang asik dari Shinkansen adalah toiletnya yang super bersih! Ada tiga ruangan, tempat berisi wastafel dan kaca, toilet khusus cowok yang bisa dipake pipis sambil berdiri (tebakan gw aja sih soalnya gw sempet ngintip takut disangka mesum), dan toilet khusus manusia (cewe atau cowo).

Oiya, ngomongin soal toilet, jadi ada dua macam pembersih, toilet paper dan tissue. Toilet paper itu yang haluuuus dan dipake buat cebok. Si toilet paper ini bisa dibuat di toilet karena dia akan hancur oleh air. Sebaliknya, si tisu yang teksturnya lebih keras dan kasar (buat ngeringin tangan kalo abis cuci tangan) ini gak boleh dibuang ke toilet karena dia justru akan mengeras pas kena air. Buang tisu ke tempat sampah, buang toilet paper ke dalem toilet.

Mau nge-flush, cukup tempelin tangan ke sensor yang tersedia. Langsung deh segalanya tersedot ke lubang hitam, hehehe, mirip deh sama wc di pesawat yang kaya disedot pake vacuum. Intinya mah, kalo di wc shinkansen gak perlu takut sakit perut karena toiletnya bersih dan gak jorok sama sekali. Ada juga tempat ganti pampers, tempat naro anak balita (kayaknya sih begitu), sama tombol emergency. Ada pengumuman untuk gak salah mencet antara sensor flush sama tombol darurat. Semua petunjuk ditulis dalam bahasa Jepang dan Inggris, jadi santai aja.

Rupanya gw mengeksplorasi toilet rada lama soalnya begitu keluar udah ada beberapa orang yang antre, hihi.

Di dekat WC ada juga telepon umum loh! Sayangnya tidak ada free wi-fi dalam shinkansen yang gw naiki. Hiksu.

Intermezzo aja, pendamping grup yang asli orang Jepang (tapi dia besar di Indonesia) berkomentar soal penggunaan istilah “kamar mandi” oleh orang Indonesia saat ingin buang air kecil atau buang air besar.

“Kamar mandi kan untuk mandi, yang benar itu toilet!”. Ya, maklum pak namanya juga udah kebiasaan.

Saran aja, jangan menahan hasrat buang air kecil sampe stasiun-stasiun akhir karena antrean kamar mandi mengular begitu kereta sudah menjelang persimpangan terakhir. Kalo baru awal-awal naik sih masih bisa bertapa lama dalam toilet tanpa khawatir ditungguin banyak orang.

Kereta shinkansen berhenti di beberapa stasiun dalam waktu singkat, jadi memang harus gerak cepat. Salah satu stasiun yang dilewati adalah Sendai. Jadi inget si Kei anak Jepang yang sempet kuliah UI dan bahasa Indonesianya lancar banget, kampung halaman dia di Sendai. Sebelum berhenti di stasiun, akan ada pengumuman “Anda akan tiba di stasiun XXX” dalam bahasa Jepang dan Inggris dengan bekson musik lucu.

Penampakan stasiunnya beragam, dari yang modern sampe yang sederhana khas desa seperti yang ada di opening film Hana and Alice!

Tinggalkan komentar